Tari Muang Sangkal merupakan tari yang berasal dari
lingkungan Keraton Sumenep, diciptakan sebagai tarian untuk penyambutan tamu
agung, sampai saat ini Keraton Sumenep melestarikan tari tersebut dan ketika
ada tamu penting akan dipertujukan dengan iringan seperangkat gamelan asli Keratonan
Sumenep yang masih ada sampai sekarang.
Mengingat dari judul postingan, Tari Muang Sangkal
dalam Bahasa Madura yaitu “Muang”
yang artinya membuang dan “Sangkal”
artinya bencana atau kesialan. Jadi makna dari Tari Muang Sangkal adalah tarian
yang melambangkan sebagai pembuang sial dan pembuang bencana di daerah
Kabupaten Sumenep.
Jika dilihat Tari Muang Sangkal sekilas pasti anda
berpikir, kenapa mirip dengan tari yang ada di Keraton Yogyakarta dan Kasunanan
Surakarta ?
Sekilas memang mirip karena masih adanya ikatan antara Keraton Sumenep dengan Keraton di Yogya dan untuk tariannya pun hampir sama tetapi berbeda makna, untuk Tari Muang Sangkal bermakna bagaimana mengkomunikasikan antara doa dan harapan melalui gerakan dan simbolis, ketika pertengahan Tari Muang Sangkal pasti beras kuning yang ada di Cemong akan dibuang menandakan membuang sial sedangkan Tari Sakral Bedoyo Keratonan Yogya bermakna suatu tarian yang melambangkan suatu romantika antara Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul dengan gerak lemah gemulai melambangkan cinta dan kearifan yag terpancar dalam setiap gerakan.
Sekilas memang mirip karena masih adanya ikatan antara Keraton Sumenep dengan Keraton di Yogya dan untuk tariannya pun hampir sama tetapi berbeda makna, untuk Tari Muang Sangkal bermakna bagaimana mengkomunikasikan antara doa dan harapan melalui gerakan dan simbolis, ketika pertengahan Tari Muang Sangkal pasti beras kuning yang ada di Cemong akan dibuang menandakan membuang sial sedangkan Tari Sakral Bedoyo Keratonan Yogya bermakna suatu tarian yang melambangkan suatu romantika antara Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul dengan gerak lemah gemulai melambangkan cinta dan kearifan yag terpancar dalam setiap gerakan.
Dalam
tari muangsangkal memiliki aturan sakral sendiri dan aturannya tidak jauh dari
tari sakral dari Keraton Yogya :
- Penarinya harus ganjil, bisa satu, tiga, lima atau tujuh dan seterusnya.
- Pemain berbusana dodot khas Sumenep.
- Penarinya tidak sedang dalam datang bulan (menstruasi)
Sampai saat ini pelestari Muang Sangkal tidak
sedikit dan tidak juga banyak, beberapa Sanggar Tari dan Organisasi Siswa dan Mahasiswa
yang ada di Sumenep tetap memelihara Tari Muang Sangkal ini, seperti Sanggar Tari
Potre Koneng yang pernah saya ikuti waktu berumur belasan tahun, yang tetap
berusaha bagaimana menarik minat para generasi muda sekarang untuk tetap bangga
menari tarian khas Sumenep dan bangga akan budaya sendiri, mengingat Tari Muang
Sangkal merupakan ikon penting bagi Kota Sumenep.